2/12/2009

budhe...???!!!

TING TING TING TING TING..... Krusek-krusek.....KLIK. Kumatikan alarm HP di bawah bantalku, kunaikkan selimutku dan aku tidur lagi. Belum semenit terpejam, ibuku membngunkanku.
"Rin, tangi.....! budhe Hin seda, ayo nyolatke".
Aku segera bangun, kaget.
"Hah? Astaghfirullah. Innalillah....., seda? kapan? gerah to?
"Mau bengi, ayo ndang tangi". Aku segera menyingkap selimutku dan segera ke kamar mandi untuk wudlu.Berrr airnya dingin sekali.
Setelah sholat aku beres-beres rumah dan nyapu. Aku yang biasa mandi jam 5.15 jadi mandi jam 5.
Budhe Hin adalah kakak sepupu ibuku dari mbah kakung. Beliau adalah guru di SMP 1 Kartasura dan besok Januari pensiun. Aku cukup akrab dengan budheku yang satu ini. Terakhir aku ketemu Idul Fitri lalu. Beliau punya masalah dengan kolesterol dan darah tinggi, tapi aku tak menyangka beliau akan pergi secepat ini. 8 tahun lalu pakde Din suaminya meninggalkannya karena diabetes.
Setelah memakai seragam coklatku, aku segera naik motor dengan ibuku ke rumah budhe Hin. Semenit sampai, hanya satu kilometer dari rumahku.
Sudah banyak orang di sana, kami langsung masuk rumah dan ketemu mbak Ida, anak sulung budhe. Mbak Ida yang biasanya cantik dengan make up dan wajah ceria, kini terlihat sayu, lelah dan sedih. Air mata berleleran di mukena yang dipakainya. Ibuku membisikinya sesuatu. Aku tak bisa mendengarnya.
Lalu kami masuk ke rumah dalam untuk menemui mbak Hani adik bungsu mbak Ida. Mas Arif putra satu-satunya budhe duduk di ruang tengah dengan wajah tak kalah kuyu.
Mbak Hani di kamar menangis, belum berhenti sejak semalam. Aku akrab dengan mbak Hani meski kami beda usia 13 tahun. Badannya kecil dan dia lucu. dia tampak sangat terpukul.
Ibu memeluknya sambil berkata-kata "Han, sing iso nylametake wong tua saka neraka gur siji, anak sholeh-sholihah sing tansah nggondeli Qur'an lan Hadis, tansah urip nganggo dasar Qur'an lan Hadis. Ayo terno, ibu bapakmu ke sorga, buat ibu bapakmu tenang, ya....."
Aku yang mendengar itu ikut menangis. Aku membayangkan jika aku yang dibisiki kata-kata itu dan di rumah telah terbujur kaku tubuh ibuku........
Ibuku berkata lagi "Kita yang di sini semua ini sodaramu, anggaplah ibumu, kalo butuh apa-apa ngomonglah, mintalah tolong kami, Insyaallah didengarkan, dibantu". Mbak Hani makin keras menangis.
Ibuku lalu berkata "sudah, diamlah, nanti Allah mengira kamu tidak ikhlas....."
Mbak Hani segera diam meski masih sesenggukan. Tangisku justru makin keras.
Setelah menyolatkan dan bersalaman dengan seluruh kluarga yang ada, kami segera pulang. Ini hari Sabtu, jadi aku harus sekolah.
Sepanjang perjalanan pulang aku masih sesenggukan.
Kini tak ada lagi yang menepuk-nepuk punggungku dan menasehatiku. Tak ada lagi yang memberiku tambahan uang saku bila ketemu dalam perjalanan ke sekolah. Tak ada lagi budhe Hin yang memberiku uang fitrah saat lebaran. Tak ada budhe Hin yang lucu .
Aku akan kangen dengannya.

1 comment:

  1. innalillahi wa inna ilaihi rajiun..
    turut berduka cita untuk budhe Hin ya. .
    smoga ia diterima disisi allah SWT .
    amin..

    ReplyDelete

comments here!