12/18/2011

photograph#2

no editing except for my name in the corner. i do like this photograph. taken on 091111.
karena ada yg tanya ini dipakein apa biar jadi formasi kaya gitu, saya jwb jujur aja: it formed naturally. tanpa ada paksaan dari pihak manapun juga. dari Allah aja kali (?)

12/05/2011

for you, friend


Have you ever felt somehow ilfil with someone you always respect him/her before?
Have you?
That’s what I feel just now.

I warn you first: you will understand nothing from this post. Unless you really know the matter. But Im sure you will know only a few.

***
Untuk temanku, yang baru kembali, yang entah kini bagaimana kabarnya, yang mungkin masih menutup diri, kau tak selayaknya berbuat demikian hanya karena hal-hal semacam itu.

Kalau kau merasa kamu malang, kamu menderita, kamu tersakiti, kenapa kau tidak coba melihat orang lain yang mungkin lebih tersakiti?
Kalau kamu tidak terima dengan kondisi orangtuamu yang terlalu menuntut, cuek, atau apalah, check this story out!

Alkisah, hidup 2 bersaudara yang tanpa mereka tahu apa alasannya, tuhan memberi mereka orangtua yang tidak pernah memperhatikan mereka. Sang ibu, ratu dugem yang hobi minum. Sahabatnya setiap hari hanyalah rokok dan kehidupan malam. Statusnya sebagai guru tak membuatnya malu dengan kebiasaannya merokok dan minum. Tak jauh berbeda, sang ayah adalah penjahat wanita kelas kucing. Tak pernah pulang, tak pernah peduli apakah anaknya masih punya makanan untuk mengisi perut.

Kalau orang bilang buah jatuh tak jauh dari pohonnya, adakalanya mereka salah.

2 bersaudara ini Cuma punya nenek renta yang mengurus hidup mereka tiap harinya. Dengan uang pas-pasan, sang nenek mampu menyekolahkan mereka, hingga ke universitas. Saudara yang lebih tua menambah penghasilan dengan menjadi penyiar radio dan memandu acara di beberapa hajatan. Saudara yang lebih muda, menjadi dokter pada akhirnya, dan menikah dengan pria mapan.

Kalau kau mau tahu, teman,
they 2 sisters have more reason to be stressed, and do some bad things just like you’ve done some times ago.
Mereka mungkin saja mengikuti jejak orangtua mereka. Menjadi wong ra nggenah, raceto. Tapi tidak. Mereka tetap hidup sebagaimana seharusnya mereka hidup. Bahkan jika ayah ibu mereka tetap di jalan mereka masing-masing, 2 bersaudara ini tak akan peduli. 

***
Kalau kau tidak terima dengan saudaramu yang tidak pengertian, tidak mau peduli tentang kesibukanmu dan Cuma mementingkan dirinya, contoh: papermu deadline tanggal X, laptopmu nyaris rusak, tetapi adikmu malah menyabotase laptop itu untuk main game, sementara papermu belum juga selesai. Check these story out!

Alkisah, hidup seorang anak perempuan dengan adiknya yang punya kebutuhan khusus. Perhatian khusus, kesabaran khusus. Suatu hari, si anak perempuan pulang dari sekolah, meletakkan tasnya di kamar, dan pergi mengambil makan di dapur. Saat dia kembali ke kamar, dia mendapati catatan pelajarannya di sekolah telah berubah bentuk menjadi serpihan kecil bercampur liur adiknya. Jijik, marah, kesal, semua bercampur menjadi satu.

Suatu pagi, si anak perempuan terbangun dari tidurnya karena bau menyengat dari pojok kamarnya. Saat matanya telah benar-benar terbuka, dia akhirnya tahu bahwa bau itu berasal dari feses adiknya yang telah tersebar rata di dinding kamar. Si adik Cuma terduduk diam, masih khusyuk memainkan mainan barunya. Celananya teronggok begitu saja di dekatnya.

Beberapa waktu berlalu. Si anak perempuan pergi beberapa hari dari rumah untuk suatu kepentingan. Saat dia kembali, si adik telah membakar kasur tempatnya tidur, hingga membuat lubang besar disana. Si anak perempuan akhirnya terpaksa tidur dengan serpihan abu dan kain yang terbakar, karena dia tak punya kasur lain.

Bukankah adikmu tidak sampai membakar kasurmu, teman?
Adikmu tidak menyebarkan fesesnya ke lantai dan dinding kamar kan?
Kau pun tak harus mengelap dan membersihkan dinding rumahmu dari feses adikmu. Kalau kau mau tahu teman, aku bahkan telah mulai terbiasa melakukan itu semua!

Adikmu hanya merebut laptop untuk bermain games! 

***
Kalau kau masih tidak terima dengan itu semua,
cobalah lihat orang lain yang tak punya rumah. Kau punya rumah yang hangat, dengan orang-orang yang menyayangimu dalam rumah itu. Mereka berlomba dengan panasnya cahaya matahari saat siang, dan mencari tempat sembunyi dari hujan dan dingin saat malam dating. Di kolong jembatan, di emperan toko, di pojok pasar. 

Kau? Kau malah pergi dari rumahmu yang hangat, manantang udara dingin dengan sombongnya. Berbekal tekad bahwa kau akan tetap baik-baik saja. Sayangnya tuhan masih menyayangimu, teman. Dia masih membiarkanmu selamat, dan bahkan pulang lagi ke rumahmu yang hangat. Tanpa tersentuh tangan-tangan jahat preman dan gali. Tanpa terjadi hal-hal menyedihkan yang mungkin membahayakan dirimu. 

Setelah bisa kembali ke rumah dengan selamat, kau masih tak mau bicara dengan orangtuamu. Melihat wajah merekapun kau muak. 

Kau tak ingat pernah mendapat satu pelajaran dari guru tafsirmu?
Bahwa kita hanya berasal dari sesuatu yang menjijikkan milik kaum adam, sesuatu yang tak berharga, tak bernilai. Ibarat ingus, siapa yang mau menerima ingus orang lain? Tak ada! Hanya seperti itulah gambaran kita sebelum menjadi remaja sekarang. Kau ibarat ingus saja. Masih berani sombong dengan menolak orangtua yang telah membuat kita lahir ke dunia? Yang membesarkan kita hingga akhirnya menjadi remaja sekarang.

Kalau orangtuamu terlalu galak, penuntut, sadarlah teman, mereka sebenarnya melakukan itu untuk kebaikanmu sendiri juga. Mereka Cuma ingin kau nantinya jadi orang, yang mapan, yang berhasil. 

***
Terlalu banyak yang ingin kukatakan, teman. Aku bahkan ingin menamparmu langsung, membuka matamu bahwa kau bukanlah pihak yang sepenuhnya pantas disebut sebagai korban!

Lihatlah orang lain yang lebih malang, lebih bermasalah di luar sana. Kau yang kukenal bukanlah kau yang seperti ini. Kau yang kukenal adalah kau yang kuat, berwawasan luas dan cerdas. Kau yang kukenal tak akan stress hanya dengan masalah KECIL semacam itu.

***
Satu hal lagi teman, kalau kau heran melihat aku menangis sampai tak bisa berkata-kata saat bertemu denganmu, ketahuilah bahwa aku TIDAK menangisimu. Aku menangis untuk aku sendiri. Betapa Allah masih sangat menyayangiku dengan memberiku kesabaran ekstra untuk menghadapi hal-hal yang jauh lebih parah daripada masalahmu. Aku sepenuhnya bersyukur atas apa yang telah terjadi padaku selama ini, karena semuanya ternyata membuatku sedikit lebih berpikir rasional daripada engkau. Aku bersyukur aku punya seseorang, seorang ibu yang membuatku perpikir lebih dulu sebelum melakukan hal-hal buruk sepertimu, seperti kabur dari rumah.