4/16/2010

kebudayaan silat tua Minangkabau

nih copy-an inti makalahku, tugas sosiologiku mengenai nilai n norma sosial.
apa coba hubungane sama sejarah?

check it out...

Silat Tua minang adalah aliran silat yang dianggap paling tua yang turun dari daerah Pariangan, Padang Panjang. Silat tua sendiri biasanya terlihat ringan seperti menari, namun mematikan. Silat ini hampir sama dengan Kung Fu. Jenis silat ini tidak banyak membuat gerakan langkah dan tidak pernah membuka serangan lebih dulu.

Jadi pada awalnya ilmu persilatan di Minangkabau ini mengajarkan pada anak Sasiannya (murid) untuk tidak memulai perkelahian dan keributan. Hal ini membuat mereka menghindari berbuat onar.

Prinsip pokok silat ini adalah, tangkis jurus satu, serang jurus dua, satu balas satu.

Tangkis jurus satu mempunyai makna, bahwa tugas utama setiap anak sasian atau pesilat adalah menghindarkan perkelahian. Sedangkan Serang jurus dua mempunyai makna bila musuh datang setelah melakukan penyerangan, kita baru boleh menyerang balik. Tidak pernah diberi pelajaran bagaimana caranya membuka serangan. Tetapi pelajaran selalu dimulai dari cara "menggelek". Yaitu menghindarkan perkelahian. Setelah serangan musuh ditangkis, baru menyerang. Satu balas satu maksudnya, membalas serangan lawan tak lebih dari jumlah serangan yang diberikan sebelumnya.

Ada berbagai pendapat mengenai asal usul silat ini, diantaranya:

^Dikembangkan oleh Tuanku Nan Tuo, salah seorang anggota Harimau Nan Salapan atau golongan paderi. Jika pendapat ini diterima, maka "Silat Tuo" di Minangkabau terinspirasi dari gerakan binatang seperti harimau, buaya dan kucing.

^Ninik Datuk Suri Diraja (1097-1198), orang tua yang dalam ilmunya di berbagai bidang kehidupan social, ahli filsafat dan negarawan kerajaan di masa itu, pertama kalinya membangun dasar-dasar adat Minangkabau; berupa tarian, silat tua, dan alat music, yang kemudian disempurnakan oleh Datuk Nan Baduo, (dikenal dengan Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang.)

^Pendakwah islam dari Persia yang pertama mengenalkan islam di ranah Minang merisaukan dunia Minang yang penuh kekerasan, lalu mereka meminta petunjuk Allah agar dapat menumpas kekerasan dan kejahatan di masa itu. Akhirnya mereka mendapat ilmu silat secara ladunni (langsung datang seperti ilham dari allah). Ilmu itulah yang kemudian dikenal sebagai asal mula silat tua Minang.

Kebudayaan yang kini makin luntur ini berawal ketika seorang anak lelaki di daerah Minangkabau yang telah baligh diwajibkan tinggal di surau untuk belajar agama, memasak, dan silat. Mereka berguru kepada imam yang telah pandai dan mahir silat. Inilah yang menempa mental lelaki MInang. Penanaman agama yang keras menjadikan jiwanya matang dan latihan silat membuat fisiknya kuat. Mereka selalu haus dengan tantangan baru. Berbekal pedoman Al-Qur’an, satu persatu lelaki Minang mulai merantau ke segenap penjuru dunia. Maka tak heran hampir selalu ada orang Minang kemanapun kita pergi, layaknya orang Madura.

Silat di Ranah Minang dipercaya merupakan anak kata dari silaturrahmi. Yaitu Sebagai media untuk saling mengenal lebih dekat dengan sesamanya, menumbuhkan rasa toleransi yang tinggi, dan alat untuk mengajarkan nilai-nilai kehidupan bagi pemuda.

Acara terbesar pada masa itu adalah digelarnya alek silek, ajang silaturrahim yang dihadiri petinggi silat dari seluruh penjuru Sumatra Barat. Namun pada acara itu tak ada istilah salam-salaman layaknya kita orang jawa, yang ada ialah para pendekar saling mempertontonkan kehebatan jurus silatnya. Pada akhir acara, 2 pendekar yang paling disegani tampil di pangggung dengan telunjuk terhunus pada jarak jauh. Mereka saling menyerang dengan gemulai, tak tampak seperti sedang bertarung. Namun hasil dari pertempuran itu sungguh mengagumkan. Panggung yang semula kokoh dan indah, roboh seketika karena terkena libasan jurus-jurus mereka.

Berikut ini beberapa contoh jurus yang popular pada masa itu;

1.Pidareh : sejenis genggaman tangan yang unik, yang dapat menembus organ dalam tubuh lawan dan menimbulkan luka dalam yang cukup berbahaya.

2.Buayo lalok : tendangan bertubi-tubi ke arah rusuk lawan dengan posisi tangan bertumpu di lantai.

3.Sterlak : tumbukan bertubi-tubi dari jarak dekat yang mematikan.

4.Kunci belut putih : jurus mengunci tubuh lawan. Makin kuat lawannya meronta, makin kuat kuncinya.

5.Ulu ambek : jurus dengan jari-jari menotok jantung dan begian tubuh penting lainnya. Biasanya menjadi pamungkas perhelatan silat. Jurus ini hanya dikuasai pendekar yang benar-benar mahir.

Pada masa itu, banyak perguruan silat yang berdiri. Dan menjadi guru silat berarti harus siap tempur karena budaya “menggagar sasaran” masih berkembang di tengah masyarakat Minang. Menggagar sasaran adalah proses menjatuhkan nama perguruan silat lain dengan cara mengalahkan guru silatnya. Hal ini mengajarkan para guru untuk selalu meningkatkan kemampuan dirinya dan perguruan yang diasuhnya. Jiwa mereka senantiasa berkembang dan makin mahir hari demi hari.

Yang paling ironis dari kebudayaan asli Indonesia ini adalah, perguruan silat Minang dalam negeri terus berkurang. Sementara perguruan di luar negeri makin berkembang dengan jumlah murid lebih dari 20.000 orang. Jika hal ini terus terjadi, dikhawatirkan beberapa tahun kedepan budaya ini akan punah, apalagi pendekar Sumatra Barat yang tersisa tinggal 70 orang. Padahal banyak diantara mereka yang telah uzur.

No comments:

Post a Comment

comments here!